Ya, buku ini akan diluncurkan pertama kali dalam bahasa Inggris di London Book Fair 2019, di mana Indonesia nantinya akan menjadi focus marketatau guess of honor dalam ajang internasional tersebut. Chef Bara akan dengan sangat bangga memperkenalkan sambal sebagai salah satu cara untuk mempersatukan bangsa, di mana hampir di setiap meja sajian masyarakat Indonesia selalu terselip satu atau bahkan lebih sajian sambal dengan citarasa pedas yang khas.
Dalam buku tersebut, ia juga akan memperkenalkan jenis-jenis cabai yang digunakan, terutama jenis-jenis cabai yang memang hanya ada di Indonesia dan menjadi ciri khas dalam resep-resep sambalnya. Tentu saja ini menjadi salah satu cara yang sangat menarik untuk memperkenalkan kuliner Indonesia ke mata dunia.
Membuat tampilan buku ini menjadi semakin menarik, Chef Bara juga kembali berkolaborasi dengan Rahma Adriani setelah sebelumnya bekerjasama untuk buku Cerita Dapur Nusantara dalam Rasa & Rupa. Dalam buku ini, Rahma tidak hanya memberikan ilustrasi seputar sambal lengkap dengan segala atributnya, tetapi juga mendesain keseluruhan halaman buku agar tampil eye catchy.
Selain itu, Bandung dikenal dengan peristiwa sejarah Bandung Lautan Api yang terjadi pada tahun 1946. Monumennya sendiri berada di jalan Bkr, Ciateul. Melaju ke Jalan Diponegoro No. 22 Citarum, kalian akan menemukan Gedung Sate yang tersohor itu.
Demikian pula ketika saya sampai di Manado, yang langsung menuju rumah makan dengan menu ikan mujair bakar, yang lagi-lagi telah penuh dengan lumuran sambal dabu-dabu, namun juga diberikan tambahan sambal yang penuh di piring sambal untuk masing-masing porsinya. Kai datag makan ikan bakar itu berempat. Saya, teman saya dengan kedua putranya yang santun-santun.
Setiap orang pasti senang jalan-jalan dan mengunjungi beragam tempat yang indah di penjuru dunia. Selain sebagai bentuk penyegaran akibat kejenuhan bekerja, traveling juga menjadi sarana untuk membuka wawasan akan dunia. Kita akan diperkenalkan dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, budaya ayam canton surabaya tradisional, dan pengalaman tak terlupakan. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa traveling bukan semata-mata untuk berfoto dengan latar belakang ikonis.
Traveling memang menyenangkan, namun menjadi traveler yang baik adalah tantangan. Banyak berita yang menyiarkan tentang sampah yang menumpuk di gunung karena ditinggalkan begitu saja oleh para pendakinya. Atau ingatkah kalian soal sekelompok pendaki yang memetik bunga langka di gunung dan menjadikannya obyek berfoto? Keadaan merusak lingkungan ini sangat disayangkan. Contoh tersebut akan membuat kalian mendapat citra sebagai traveler yang buruk. Jadi, bagaimana caranya supaya kita digolongkan ke kelompok traveler yang baik?
Warung Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo sudah berdiri sejak era orde baru tepatnya tahun 1958 dan sampai sekarang masih bertahan dimana yang mengelolanya sekarang adalah generasi ke 3 (tiga). Warung pecel Pandegiling Bu Djoyo yang beralamat di Jl. pandegiling No. 318 (tidak buka cabang) berada tepat di seberang sekolah TK / SD KHATIJAH, jika anda dari arah Fly Over Pasar Kembang posisi Warung Pecel Pandegiling Bu Djoyo berada di sebelah kiri jalan (lebih dekat dari fly over ps kembang daripada dari arah Raya Darmo / Hotel Santika).
Warung Bebek Ungkep Surabaya Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo buka mulai pukul 06.00 pagi - 08.00 pagi dan biasanya sebelum jam buka pukul 06.00 para pembeli sudah pada antri kayak antri sembako hi hi hi, namun untuk penikmat kuliner yang tidak ingin bersusah-susah antri bisa menggunakan aplikasi ojek online semisal Go-Jek untuk memesan nasi pecel ini. Untuk hari minggu jam tutup bisa lebih awal di karenakan penikmat kuliner yang ingin menikmati kepedasan Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo lebih banyak dari hari biasa.
Setiap daerah memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda dengan aturan do and don’ts. Sebaiknya, kita tidak meremehkan dan mengacuhkan kaidah yang ada dan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, termasuk dalam berpakaian. Misalnya, saat kalian mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan suatu upacara adat namun tidak diperbolehkan mengambil gambar. Mereka pasti memiliki alasan tersendiri, sehingga ada baiknya kita ikuti atau kalian akan dicap sebagai traveler yang buruk. Contoh lain adalah sesajen dan bunga-bunga persembahan yang tersebar di jalanan di Bali. No, darling, jangan pernah berpikiran untuk mengambil atau bahkan menginjaknya.
Warung Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo dari dulu hingga sekarang masih terjaga rasa kelezatannya (hasil interview nenek xi xi xi) masih menggunakan cara tradisional dalam mengolah masakannya, dimana cara menanak nasi dan sayuran masih menggunakan kayu bakar bukan gas seperti pada umumnya serta pengolahan bumbu pecel dengan cara manual yaitu di tumbuk tangan tanpa menggunakan mesin penggiling.
Yang menjadi ciri khas Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo adalah rasa kepedesan yang menggugah selera serta irisan daging empal sapi yang besar - besar serta empuk banget disertai taburan serundeng (parutan kelapa yang di sangrai) Tanpa terasa keringat akan bercucuran ketika menikmati kelezatan Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo ini.
Resep sepele ini, ternyata justru menjadi kunci pembangkit selera yang dapat menyulap makanan Ente menjadi lebih lezat dan sempurna. Terutama jika Ente adalah pecinta pedas.
Ada peribahasa yang mengatakan bahwa malu bertanya sesat di jalan. Tersesat memang bisa mengantar kita menuju tempat tak terduga, namun bila kita tersesat tanpa arah tentu akan menjadi masalah besar. Maka dari itu, janganlah malu untuk sekadar menanyakan arah kepada orang sekitar sembari membuka aplikasi penunjuk jalan. Lalu, kita sepatutnya tidak bertingkah seperti orang yang tahu segalanya or you will loose everything worth knowing! Traveling itu penuh kejutan dan sarat cerita.
Dengan harga yang terbilang lumayan mahal untuk sebungkus nasi pecel (Rp. 25.000), namun dengan rasa pedas yang menggugah selera saya rasa masih layak untuk di coba oleh teman" pecinta kuliner.
Demikian info kuliner Pecel Pandegiling dari saya semoga bermanfaat untuk teman" pecinta kuliner, salam hangat dari saya " Wong Luweyan " :)
Ini resep turun-temurun keluargaku yang ada di Bengkeng, sebuah desa yang cukup dekat dari Tempat Wisata Guci. Beberapa hari yang lalu aku membuatnya sendiri, 100 persen bikinanku, lho. Langsung saja, ya.
Pertama, siapkan cabe, banyakkin yang cabe pedas. Kalau aku beli seharga lima ribu. Di uleg atau di haluskan dengan blender juga boleh. Bakar terasi secukupnya, blender bareng dengan cabe. Tambahkan air seperempat cangkir. Lalu, campurkan air ke cabe yang sudah di haluskan dan sudah di campur terasi itu.
Dalam buku tersebut, ia juga akan memperkenalkan jenis-jenis cabai yang digunakan, terutama jenis-jenis cabai yang memang hanya ada di Indonesia dan menjadi ciri khas dalam resep-resep sambalnya. Tentu saja ini menjadi salah satu cara yang sangat menarik untuk memperkenalkan kuliner Indonesia ke mata dunia.
Membuat tampilan buku ini menjadi semakin menarik, Chef Bara juga kembali berkolaborasi dengan Rahma Adriani setelah sebelumnya bekerjasama untuk buku Cerita Dapur Nusantara dalam Rasa & Rupa. Dalam buku ini, Rahma tidak hanya memberikan ilustrasi seputar sambal lengkap dengan segala atributnya, tetapi juga mendesain keseluruhan halaman buku agar tampil eye catchy.
Selain itu, Bandung dikenal dengan peristiwa sejarah Bandung Lautan Api yang terjadi pada tahun 1946. Monumennya sendiri berada di jalan Bkr, Ciateul. Melaju ke Jalan Diponegoro No. 22 Citarum, kalian akan menemukan Gedung Sate yang tersohor itu.
Demikian pula ketika saya sampai di Manado, yang langsung menuju rumah makan dengan menu ikan mujair bakar, yang lagi-lagi telah penuh dengan lumuran sambal dabu-dabu, namun juga diberikan tambahan sambal yang penuh di piring sambal untuk masing-masing porsinya. Kai datag makan ikan bakar itu berempat. Saya, teman saya dengan kedua putranya yang santun-santun.
Setiap orang pasti senang jalan-jalan dan mengunjungi beragam tempat yang indah di penjuru dunia. Selain sebagai bentuk penyegaran akibat kejenuhan bekerja, traveling juga menjadi sarana untuk membuka wawasan akan dunia. Kita akan diperkenalkan dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, budaya ayam canton surabaya tradisional, dan pengalaman tak terlupakan. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa traveling bukan semata-mata untuk berfoto dengan latar belakang ikonis.
Traveling memang menyenangkan, namun menjadi traveler yang baik adalah tantangan. Banyak berita yang menyiarkan tentang sampah yang menumpuk di gunung karena ditinggalkan begitu saja oleh para pendakinya. Atau ingatkah kalian soal sekelompok pendaki yang memetik bunga langka di gunung dan menjadikannya obyek berfoto? Keadaan merusak lingkungan ini sangat disayangkan. Contoh tersebut akan membuat kalian mendapat citra sebagai traveler yang buruk. Jadi, bagaimana caranya supaya kita digolongkan ke kelompok traveler yang baik?
Warung Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo sudah berdiri sejak era orde baru tepatnya tahun 1958 dan sampai sekarang masih bertahan dimana yang mengelolanya sekarang adalah generasi ke 3 (tiga). Warung pecel Pandegiling Bu Djoyo yang beralamat di Jl. pandegiling No. 318 (tidak buka cabang) berada tepat di seberang sekolah TK / SD KHATIJAH, jika anda dari arah Fly Over Pasar Kembang posisi Warung Pecel Pandegiling Bu Djoyo berada di sebelah kiri jalan (lebih dekat dari fly over ps kembang daripada dari arah Raya Darmo / Hotel Santika).
Warung Bebek Ungkep Surabaya Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo buka mulai pukul 06.00 pagi - 08.00 pagi dan biasanya sebelum jam buka pukul 06.00 para pembeli sudah pada antri kayak antri sembako hi hi hi, namun untuk penikmat kuliner yang tidak ingin bersusah-susah antri bisa menggunakan aplikasi ojek online semisal Go-Jek untuk memesan nasi pecel ini. Untuk hari minggu jam tutup bisa lebih awal di karenakan penikmat kuliner yang ingin menikmati kepedasan Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo lebih banyak dari hari biasa.
Setiap daerah memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda dengan aturan do and don’ts. Sebaiknya, kita tidak meremehkan dan mengacuhkan kaidah yang ada dan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, termasuk dalam berpakaian. Misalnya, saat kalian mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan suatu upacara adat namun tidak diperbolehkan mengambil gambar. Mereka pasti memiliki alasan tersendiri, sehingga ada baiknya kita ikuti atau kalian akan dicap sebagai traveler yang buruk. Contoh lain adalah sesajen dan bunga-bunga persembahan yang tersebar di jalanan di Bali. No, darling, jangan pernah berpikiran untuk mengambil atau bahkan menginjaknya.
Warung Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo dari dulu hingga sekarang masih terjaga rasa kelezatannya (hasil interview nenek xi xi xi) masih menggunakan cara tradisional dalam mengolah masakannya, dimana cara menanak nasi dan sayuran masih menggunakan kayu bakar bukan gas seperti pada umumnya serta pengolahan bumbu pecel dengan cara manual yaitu di tumbuk tangan tanpa menggunakan mesin penggiling.
Yang menjadi ciri khas Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo adalah rasa kepedesan yang menggugah selera serta irisan daging empal sapi yang besar - besar serta empuk banget disertai taburan serundeng (parutan kelapa yang di sangrai) Tanpa terasa keringat akan bercucuran ketika menikmati kelezatan Nasi Pecel Pandegiling Bu Djoyo ini.
Resep sepele ini, ternyata justru menjadi kunci pembangkit selera yang dapat menyulap makanan Ente menjadi lebih lezat dan sempurna. Terutama jika Ente adalah pecinta pedas.
Ada peribahasa yang mengatakan bahwa malu bertanya sesat di jalan. Tersesat memang bisa mengantar kita menuju tempat tak terduga, namun bila kita tersesat tanpa arah tentu akan menjadi masalah besar. Maka dari itu, janganlah malu untuk sekadar menanyakan arah kepada orang sekitar sembari membuka aplikasi penunjuk jalan. Lalu, kita sepatutnya tidak bertingkah seperti orang yang tahu segalanya or you will loose everything worth knowing! Traveling itu penuh kejutan dan sarat cerita.
Dengan harga yang terbilang lumayan mahal untuk sebungkus nasi pecel (Rp. 25.000), namun dengan rasa pedas yang menggugah selera saya rasa masih layak untuk di coba oleh teman" pecinta kuliner.
Demikian info kuliner Pecel Pandegiling dari saya semoga bermanfaat untuk teman" pecinta kuliner, salam hangat dari saya " Wong Luweyan " :)
Ini resep turun-temurun keluargaku yang ada di Bengkeng, sebuah desa yang cukup dekat dari Tempat Wisata Guci. Beberapa hari yang lalu aku membuatnya sendiri, 100 persen bikinanku, lho. Langsung saja, ya.
Pertama, siapkan cabe, banyakkin yang cabe pedas. Kalau aku beli seharga lima ribu. Di uleg atau di haluskan dengan blender juga boleh. Bakar terasi secukupnya, blender bareng dengan cabe. Tambahkan air seperempat cangkir. Lalu, campurkan air ke cabe yang sudah di haluskan dan sudah di campur terasi itu.